Detail Cantuman

Keluarga

Nama:

R.M. Joned

Hubungan Keluarga:

Putra Pangeran Diponegoro

Riwayat:

R.M. Joned / R.M Juned /Pangeran Jemet (1815) Ketika ayahnya menyatakan diri sebagai penentang penjajah dan terusir dari Puri Tegalrejo, Raden Mas Joned baru berumur sepuluh tahun. Dia ikut rombongan pengungsi bersama keluarga besarnya ke Selarong menjelang Puri Tegalrejo digempur oleh pasukan Belanda. Dia sudah bisa merasakan bagaimana susahnya hidup dalam pengungsian bersama ibu dan saudara-saudaranya. Umur Raden Mas Joned sekitar 15 tahun ketika melihat ayahnya ditangkap oleh Belanda. Dia menyaksikan sendiri bagaimana ayahnya tetap tegar menghadapi semuanya. Raden Mas Joned tidak kuasa menitikkan air mata ketika melihat ayahnya digiring dimasukkan ke dalam kereta yang membawanya ke pengasingan. Marah dan dendam, itulah yang ada di dalam benak Raden Mas Joned. Jiwa mudanya sangat terguncang dan itulah yang membuat Raden Mas Joned selalu melakukan perlawanan dimanapun dia melihat orang Belanda. Raden Mas Joned berusaha membebaskan ayahnya dengan cara mengejar ke Ungaran, lalu ke Semarang. Dia berhasil menyusup ke dalam kapal pembawa Pangeran Diponegoro tetapi ketahuan dan Raden Mas Joned menceburkan diri ke laut. Dia tidak putus asa karenanya. Raden Mas joned lalu mengejar Pangeran Diponegoro melalui darat bersama beberapa orang pengikutnya menuju Batavia. Sesampainya di Batavia, Pangeran Joned berusaha mendekati tempat penyekapan Pangeran Diponegoro, tetapi karena penjagaan yang begitu kuat, Pangeran Joned gagal memasuki Batavia. Pangeran Joned kemudian bergabung dengan keturunan prajurit Sultan Agung yang tertinggal di Batavia yang tinggal di Matraman. Matraman adalah nama tempat yang berasal dari kata Mataraman yang artinya tempat tinggal orang-orang Mataram. Bertahun-tahun menunggu dan sempat menikah, tiba-tiba ada kabar yang mengatakan bahwa Pangeran Diponegoro telah dipindahkan menggunakan kapal ke arah Timur. Dengan perbekalan seadanya disertai dengan pengikut-pengikut setianya, Raden Mas Joned berangkat ke arah Timur melewati jalan darat sambil menebarkan petaka bagi siapapun yang mencoba menghalanginya. Tahun 1837 Raden Mas Joned terbunuh dalam sebuah kerusuhan yang dibuatnya di Jogja. Atas kehendak keluarga, jenasah beliau dibawa kepada keturunannya dan dimakamkan di Bogor. Ibu Raden Mas Joned yaitu Raden Ayu Maduretno adalah kakak Sentot Prawirodirjo yang ikut bergabung dalam barisan Pangeran Diponegoro. Ketika Pangeran Diponegoro diangkat menjadi sultan di Dekso, Raden Ayu Maduretno diangkat menjadi permaisuri. Pada tahun 1828 beliau wafat karena sakit dan dimakamkan di Imogiri. Kisah Pangeran Jonet di atas berbeda dengan versi keturunan pangeran Joned yang mengkisahkan bahwa Pangeran Jonet meninggal dalam usia tua. 5. Raden Mas Roub/Raib/Raab/Pangeran Hasan (1816) Adalah adik kandung Raden Mas Joned. Usianya sekitar sembilan tahun ketika mengikuti ayahnya dalam medan perang. Bersama kakaknya dia ikut merasakan bagaimana kehidupan dalam pengungsian. Raden Mas Roub selalu mengikuti perjalanan ayahnya dalam medan perang. Selain karena putera dari isteri permaisuri kedua, Pangeran Diponegoro menyiapkan Raden Mas Roub agar kelak sebagai seorang pemimpin agama . Sampai di sini dapat dijelaskan bahwa ada empat putera Pangeran Diponegoro yang dibuang ke Ambon. Pada buku The Power of Prophecy tulisan Peter F Carey halaman 746 dijelaskan bahwa pada akhir tahun 1848 Pangeran Diponegoro menanyakan kepada gubernur jenderal di Makassar perihal tiga anaknya yaitu Pangeran Dipokusumo, Raden Mas Raib serta Pangeran Diponingrat yang diberitakan mengalami sakit tekanan jiwa. Pangeran Diponegoro juga menanyakan anaknya yang tertua yang mengalami pembuangan di Sumenep pada tahun 1834 setelah memberontak di Kedu, dan belum pernah berkirim kabar. (oleh: Priyo Sularso)

Sumber Informasi:

Disarikan dari data dan penuturan Ki Roni Sodewo (keturunan ke 7 Pangeran Diponegoro) Ketua Paguyuban Trah Pangeran Diponegoro (PATRA PADI) @ Desember 2015